Senin, Maret 09, 2009

ADA APA DENGAN GOLPUT???



“Golput” atau Golongan Putih perlu diwaspadai sebagai kegagalan demokrasi. Inilah kesimpulan focus group discussion yang dipandu oleh Rektor Universitas Padjadjaran, Prof. Ganjar Kurnia, di Lounge Gedung Rektorat Baru, Jumat (15/08/08) siang.

FGD yang dikemas dengan menghadirkan para tokoh, di antaranya Setia Permana dan Ferry Kurnia dari KPU Jawa Barat; Prof. Tb. Zulriska Iskandar sebagai pakar psikologi sosial Unpad; Prof. Erni Tisnawati Sule sebagai ekonom Unpad; Dr. Dede Mariana sebagai pengamat politik Unpad; ahli hukum tata negara Kuntana, S.H. dan Indra Perwira, S.H., M.H.; Yesmil Anwar, S.H., M.Si. sebagai kriminolog dan sosiolog; serta Ketua KPU Kota Bandung, Ir. Benny Moestofa; juga perwakilan media massa.

Dari segi peraturan, menurut Setia Permana, golput merupakan hak setiap individu, sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Pendapat ini ditentang oleh Yesmil Anwar yang menganggap golput adalah masalah besar bangsa Indonesia dan memandang golput sebagai kegagalan sosialisasi pemerintah khususnya partai politik. Kegagalan tersebut, menurut Yesmil Anwar, bukan hanya dari segi pendidikan politik yang harusnya menjadi kewajiban partai, namun juga kegagalan dalam hal administratif, khususnya pendataan penduduk.

Hal ini diamini Indra Perwira, yang pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Bandung, pernah menjadi calon dari jalur Independen. Indra, yang juga pakar hukum, menilai mekanisme demokrasi di Indonesia perlu dikaji ulang. Berkaitan dengan legitimasi, Indra juga berpendapat bahwa angka golput sama sekali tidak mempengaruhi legitimasi pemimpin terpilih. Hanya saja menurutnya, golput akan berpengaruh pada position power dari pemimpin tersebut.

Hal senada juga ditegaskan oleh Kuntana, yang menilai bahwa sistem pemilihan secara langsung merupakan sebuah kemunduran. “Sistem pemilihan secara langsung adalah sistem demokrasi kuno yang ada pada jaman Romawi. Kenyataannya, negara-negara maju telah meninggalkan sistem ini dan beralih ke sistem demokrasi perwakilan,” ujarnya.

Dalam diskusi ini juga terungkap bahwa golput bukan hanya kegagalan demokrasi, melainkan kegagalan dalam manajemen pemilu itu sendiri. Selain itu menurut ekonom Prof. Erni T. Sule, angka golput yang tinggi juga membuktikan adanya kegagalan dalam manajemen partai dan manajemen perpolitikan di Indonesia.

Penyebab golput sendiri, menurut Dede Mariana, memiliki variabel yang tidak homogen. “Ada banyak alasan mengapa seseorang memilih golput, di luar masalah administrasi seperti pendataan, bisa jadi masalah ideologi.”

Prof. Tb. Zulriska Iskandar berpendapat bahwa adanya kebosanan publik untuk berpartisipasi dalam pemilu juga harus dicermati. Menanggapi tingginya angka golput dalam Pilwalkot Bandung 2008, ia mengungkapkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap figur calon pemimpin sebagai salah satu faktor penyebab golput. Lebih lanjut Prof. Zulriska mengungkapkan bahwa golput merupakan perilaku yang timbul akibat adanya kekecewaan.

Menanggapi tingginya angka golput ini, Ketua KPU Kota Bandung, Ir. Benny Moestofa mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya sosialisasi semaksimal mungkin untuk mencegah hal tersebut terjadi.(afn & www)

Sumber: Focus Group Discussion

Tidak ada komentar:

Posting Komentar